TIGA KERAJAAN/DINASTI DI TANAH BATAK
2. Dinasti Hatorusan (Kerajaan Pea Langge/Fansur)
Bendera Kerajaan Fansur |
Dinasti berdiri selama hampir 300 tahun sejak
awal abad ke-13 M sampai dengan awal abad ke-16 M dipimpin oleh raja turun-temurun
yang bergelar Raja Hatorusan I-VII. Raja Pertama, Uti
Mutiaraja, berasal dari keturunan Guru Tatea Bulan, Pusuk Buhit. Dinasti
ini berupaya menata kembali dan meneruskan tradisi kerajaan dan kejayaan
Dinasti Sori Mangaraja. Ibukota Kerajaan di Barus dan kemudian
bergeser ke pedalaman di perbatasan wilayah Aceh. Kamper dan kemenyaan tetap
sebagai sumber penghasilan kerajaan yang diperdagangkan di pelabuhan Pansur,
Barus.
Dinasti ini didirikan oleh Raja Uti putra Tateabulan. Bila Dinasti
Sorimangaraja berakhir di tanah Batak bagian selatan (Tapsel), maka Dinati
Hatorusan ini berakhir di Barus, atau tanah Batak bagian barat.
Ibukotanya sendiri berada di kota-kota pesisir. Di antaranya
Singkel, Fansul dan Barus. Raja Uti yang mendirikan kerajaannya di wilayah
Limbong Sagala memerintahkan pemindahan kekuasaan ke wilayah fansur.
Sejarah regenerasi Raja Uti, mulai dari 1000 tahunan sebelum
masehi sampai salah satu keturunannya yang bergelar Raja Uti VII di tahun
1500-an, tidak terdokumentasi dalam penanggalan yang jelas. Namun secara umum,
dia memiliki beberapa keturunan, yang sempat diketahui namanya. Namun mungkin
saja antara satu nama dengan nama yang lain berjarak puluhan sampai ratusan
tahun. Karena kerajaan Hatorusan selalu hilang dan mucul kembali sesuai dengan
percaturan politik.
1. Datu Pejel gelar Raja Uti II
2. Ratu Pejel III
3. Borsak Maruhum.
4. Raja Uti V bergelar Datu Alung Aji
5. Raja Uti VI yang bernama Longgam Parmunsaki.
6. Raja Uti VII bernama Datu Mambang Di Atas.
Selama pemerintahan Raja Uti VII, abad ke-16, pemerintahan
kerajaan mulai goyah. Ekspansi kerajaan telah meluas sampai ke beberapa wilayah
di Aceh. Raja Uti VII diceritakan memindahkan ibu kota kerajaan ke wilayahnya
di bagian utara yang sekarang masuk kedalam pesisir Aceh.
Tidak diketahui secara pasti alasan pemindahan ibukota kerajaan.
Namun diduga bahwa, telah ada sebuah gerakan oposisi yang bermaksud untuk
mengkudeta Raja. Kekuatan pemberontak tersebut berasal dari pedalaman Batak.
Kerajaan memang sudah mengalami kegoncangan setelah sebelumnya bebeberapa
kerajaan kecil yang menjadi subordinat telah memilih memisahkan diri.
Sang Raja VII mempunyai beberapa panglima di antaranya seorang
panglima yang sangat tangguh yang juga kebetulan adalah kemenakannya sendiri.
Putra dari seorang saudari perempuannya, Boru Pasaribu. Dia bernama Mahkuta
alias Mahkota yang dikenal di kalangan Batak dengan sebutan Manghuntal putra
seorang datu bermarga Sinambela dari pusat Batak. Dia dididik di istana
kerajaan dan menjadi Panglima yang menguasai matra Angkatan Darat dan Laut.
Ketika Portugis pertama sekali menyerang daerah tersebut, Panglima
Mahkuta memimpin bala tentaranya dan memenangkan peperangan tersebut. Selain
mendapat serangan dari pihak luar, kerajaan juga mendapat pemberontakan di
dalam negeri.
Mahkuta kemudian diperintahkan untuk menumpas pemberontakan di
sentral Batak tersebut. Dalam usahanya menumpas pemberontak, di ibukota
kerajaan terjadi kudeta dan perebutan kekuasaan. Kerajaan terpecah dalam
kerajaan-kerajaan kecil. Mahkuta alias Manghuntal mendirikan Dinasti Sinambela
(Sisingamangaraja) di Bakkara.
Sementara itu, komunitas Pasaribu di Barus, para keturunanan Raja
Uti, meneruskan hegemoni Dinasti Pasaribu dengan naiknya Sultan Ibrahimsyah
Pasaribu menjadi Sultan di Barus Hilir. Ada pendapat sejarah yang mengatakan
bahwa Sultan Ibrahimsyah Pasaribu adalah orang yang memberi kekuasaan kepada
Manghuntal untuk mendirikan kerajaannya di Bakkara. Dengan demikian
dialah yang bergelar Raja Uti VII tersebut (?).
Selain nama-nama di atas, berikut adalah nama-nama Dinasti
Hatorusan berikutnya:
1. Sultan Ibrahimsyah Pasaribu (Gelar Raja Hatorusan). Wafat 1610
Masehi.
2. Sultan Yusuf Pasaribu
3. Sultan Adil Pasaribu
4. Tuanku Sultan Pasaribu
5. Sultan Raja Kecil Pasaribu
6. Sultan Emas Pasaribu
7. Sultan Kesyari Pasaribu
8. Sultan Main Alam Pasaribu
9. Sultan Perhimpunan Pasaribu
10. Sultan Marah Laut bin Sultan Main Alam Pasaribu
pada tahun
1289 rabiul akhir atau pada tanggl 17 Juni 1872 menuliskan kembali Sejarah
Tuanku Badan (Tambo Barus Hilir) yang menceritakan silsilah kerajaan Hatorusan
di Barus, dari sebuah naskah tua peninggalan leluhurnya yang hampir lapuk. (bersambung)
Sumber :
http://haposanbakara.blogspot.co.id/
https://enrow.wordpress.com/
http://budaya-info.blogspot.co.id/
http://hatorusan.blogspot.co.id/
http://haposanbakara.blogspot.co.id/
https://enrow.wordpress.com/
http://budaya-info.blogspot.co.id/
http://hatorusan.blogspot.co.id/
Post a Comment